Indonesia dalam Mengelola Eksistensi dan Potensi Kebaharian dan Pulau-Pulau Terluar dalam Rangka Menyongsong ASEAN Economic Community 2015


Indonesia dalam Mengelola Eksistensi dan Potensi Kebaharian dan Pulau-Pulau Terluar dalam Rangka Menyongsong ASEAN Economic Community 2015


Abstract
Indonesia has known to be a great maritime power since our ancestors lived by narrowing the raft and traditional boat seeking for food and avoiding hunger. Until these present days, Indonesia became the only tremendous archipelagic country, which contains hundreds of thousands of habitants and inhabitants islands and also underneath it lays huge amount of fisheries and natural resources. From the fact being the great country in the region, it is the nation's duty and obligation to pursue ASEAN as the region’s organization in transforming into One Vision and One Identity of Southeast Asia. Therefore, being able to perform with its maritime capability in the region would lift up one of the three pillars of ASEAN, which is ASEAN Economic Community 2015. A country with its maritime potentials and competencies will define its economic performance for being excellent and advance in creating wealth among its people. However, Indonesia is still struggling with the barriers of several obstacles facing the huge country such as the increasing number of asylum seekers, rapid growth of people smuggling, illegal fishing damaging local fisherman, and the wild exploitation shattering oceanic ecosystem. Governments, military, and micro institution are the key actors to eliminate the hazardous situation happening within Indonesia’s maritime environment. In fact, not only the political elite that must taken a good care of it but ordinary people are also the main actor who could drive Indonesia’s maritime richness to become well safeguarded and more well-produced. Regardless, we as Indonesian citizen are able to improving its internal economic by digging its maritime potentials in order to support the establishment of ASEAN Economic Community 2015. Within this essay, the writer identifies several of facts and truth about Indonesia’s main barriers and outstanding facts about Indonesia’s maritime capacity and its advantages to create one of the three pillars of ASEAN, ASEAN Economic Community 2015.


Ir. Soekarno berkata: “JAS MERAH” (jangan sekali-sekali melupakan sejarah). Ingat, pada masa lalu Nusantara pernah menjadi bangsa yang besar dan jaya karena berkiblat ke laut. Kekuatan yang ada di laut itulah jati diri bangsa. Kita satu per satu, seorang demi seorang harus mengetahui bahwa Indonesia, ia tidak bisa menjadi kuat, sentosa dan sejahtera, jikalau kita tidak menguasai Samudera, jikalau kita tidak kembali menjadi bangsa Samudera, jikalau kita tidak kembali menjadi bangsa bahari, bangsa pelaut sebagai kita kenal pada zaman bahari. 

Bangsa Indonesia telah lama dikenal sebagai bangsa yang memiliki kekayaan luar biasa dalam hal jumlah dan kuantitas pulau-pulaunya. Bangsa ini memiliki pulau sebanyak 17.508 sehingga fakta tersebut membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Jika negara ini diklasifikasi sebagai negara kepulauan, maka hampir dari 2/3 wilayahnya terdiri dari lautan. Dari sebelah barat sampai dengan timur Indonesia, tidak ada satu wilayah pun yang tidak dibatasi dengan pantai maupun perairan. Tidaklah heran bahwa kita kerap kali mengetahui mayoritas profesi penduduk Indonesia menjadi nelayan. Jutaan ikan dan hasil-hasil lautan lainnya dikeruh untuk kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, bahkan di masa ini, hasil-hasil lautan tersebut diimpor ke pasar luar negeri. Kenyataan letak Indonesia yang dikelilingi oleh perairan, tidaklah dipungkiri bahwa Indonesia juga dikenal dengan sebutan negara maritim. Letak geografis Indonesia yang diapit oleh dua samudera, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan terletak diantara benua Asia dan Australia menjadikan Indonesia sebagai negara yang “seksi” di mata dunia.
Realita yang dimiliki Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki lautan luas dan jumlah kepulauan yang tiada bandingnya dengan negara-negara lain di dunia merupakan manfaat positif bagi bangsa yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 ini. Namun, bukanlah hal yang mudah untuk mengelola luas wilayah teritorial Indonesia, khususnya wilayah perairan. Mengukur wilayah perairan Indonesia tidaklah mudah karena letak Indonesia yang diapit oleh banyak negara tetangga. Saat ini, Indonesia memilik 10 titik perbatasan yang terdiri dari daratan maupun lautan. Kesepuluh titik perbatasan tersebut menjadi tugas penting bagi pemerintah Indonesia serta masyarakat yang mendudukinya. Dalam mengelola perbatasan maritim termasuk pulau-pulau terluar, diperlukan konsep effectivites atas effective occupation sesuai prinsip yang diatur dalam hukum internasional. Kita menyadari betul bahwa Indonesia merupakan negara yang tergolong ke dalam negara berkembang (developing countries) dimana pendapatan perkapitanya masih sekitar $4000. Tetapi, ingatlah bahwa menjadi negara yang masih berkembang bukan berarti tidak dapat maju. Negara berkembang akan terus berkembang hingga seluruh kepentingan nasionalnya tercapai sesuai dengan perkembangan zaman dan tetap berjuang mempertahankan seluruh aset-aset nasional yang sudah ada.
Tidak dipungkiri bahwa isu perbatasan menjadi salah satu kebijakan luar negeri Indonesia yang cukup diperhatikan dan diprioritaskan. Hal ini disebabkan oleh perbatasan menyangkut keselamatan dan keeksistensian suatu negara yang berdaulat. Apabila masalah ini tidak dapat dikendalikan dengan tegas dan efektif, maka wilayah Indonesia sewaktu-waktu dapat “tererosi” jumlahnya. Indonesia pernah mengalami kepahitan dalam merebut pulau-pulau terluar yaitu pada kasus sengketa Sipadan dan Ligitan dengan Malaysia tahun 2002 yang diakhiri dengan kegagalan dalam proses litigasi (hukum). Melalui peristiwa tersebut, bangsa ini mengalami pukulan keras hingga pengelolaan terhadap pulau-pulau terluar Indonesia dikaji ulang dan diperhatikan dengan maksimal serta dengan efektif. Pengelolaan perbatasan maritim tidaklah semudah yang dipikirkan karena mengingat wilayah perbatasan maritim Indonesia tidak terjangkau dari perhatian pemerintah pusat yang berada di Pulau Jawa. Strategi pengelolaan perbatasan maritim hendaknya dilaksanakan dengan berpegang teguh pada konsep Wawasan Nusantara yang ditinjau dari segi geopolitik dan geostrategis. Seperti yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH bahwa dengan berpedoman pada wawasan nusantara Indonesia memperoleh beberapa manfaat diantaranya; Pertama, Indonesia yang menyatakan sebagai negara nusantara (Deklarasi Djuanda 1957) diperkenankan menarik garis dasar yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar Indonesia sehingga kesatuan dan keutuhan wilayah Indonesia dari darat, laut maupun udara terjamin secara internasional (UNCLOS 1982). Kedua, melalui wawasan nusantara yang telah diakui secara konstitusional internasional, maka perairan Indonesia termasuk kekayaan sumber dayanya yang terkandung dalam tanah dibawahnya, serta ruang udara yang berada di atasnya menjadi hak sekaligus kewajiban Indonesia untuk mengatur, mengelola serta mengembangkan dari fakta tersebut. Tidak hanya itu, luas perairan Indonesia yang berasal dari dua juta km2 meluas hingga delapan juta km2 akibat penggunaan konsep Wawasan Nusantara, ZEE dan Landas Kontinen yang telah diratifikasi dan diakui secara internasional (UNCLOS 1982). Ketiga, setelah diaturnya jalan lalu lintas pesawat dan kapal asing yang telah diatur dan disepakati bersama dalam Konvensi Hukum Laut 1982 melalui sea lanes passage, maka perairan Indonesia menjadi salah satu unsur perdamaian sekaligus pengembangan kerja sama bagi mereka yang melintasi perairan Indonesia. Terakhir atau keempat, dahulu kita mengenal perairan Asia Tenggara sebagai ajang konflik dan peraduan senjata yang hebat namun seiring dengan peraturan-peraturan mairitim dan penerapan konsep wawasan nusantara dengan Innocent Passage-nya, menandakan bahwa Indonesia telah merancang zona perdamaian dan kerja sama dalam perairan nusantaranya.
Melalui Wawasan Nusantara sebagai pedoman perlindungan dan pertahanan maritim Indonesia, kita telah membentuk zona perdamaian dan kerja sama dengan negara-negara di dunia khususnya negara tetangga disekelilingnya. Menghadapi ASEAN Community 2015, tentunya Indonesia sebagai salah satu pioneer dari terbentuknya ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok sangatlah eager dan semangat untuk menyongsong keberhasilan dan terwujudnya komunitas tersebut. Namun patut diakui bahwa mewujudkan adanya United ASEAN atau “Kesatuan ASEAN” bukanlah tugas yang mudah bagi Indonesia beserta negara-negara anggota ASEAN lainnya. Perlu sinergitas dan integrasi dari masing-masing negara dan bukan hanya dari para pimpinan negaranya saja (political elite) tetapi yang terpenting adalah gerakan dan willingness yang datang dari masyarakatnya masing-masing. ASEAN mengemukakan tiga pilar dan salah satunya adalah ASEAN Economic Community 2015 sebagai pilar yang berfungsi untuk memajukan kerja sama di bidang ekonomi untuk menjamin kesejahteraan masyarakat ASEAN. Salah satu bentuk aksi yang dibangun menurut ASEAN Economic Community Blueprint adalah pengembangan infrastruktur di masing-masing sektor khususnya di bidang transportasi. Kita menyadari betul bahwa di zaman yang semakin meng-global dan borderless ini, perdagangan bebas sangat dibutuhkan demi mencukupi dan memenuhi kebutuhan hidup masing-masing. Dalam hal ini, ASEAN sepakat untuk mewujudkan kawasan yang bersifat Free Trade Area demi kemudahan alur berdagang dan bersama-sama menghilangkan gap ekonomi antar negara ASEAN.  Indonesia menjadi salah satu tulang punggung sekaligus pemain utama dalam mewujudkan kebijakan-kebijakan ASEAN Economic Community 2015. Fakta-fakta strategis membuktikan bahwa letak Indonesia yang dominan di Asia Tenggara memiliki peran penting untuk menyongsong ASEAN Economic Community 2015. Keterlibatan Indonesia untuk bekerja sama dalam bidang maritim sangatlah krusial mengingat wilayah perairan kita yang menjadi jalur perdagangan kapal-kapal laut maupun pesawat kargo asing tersibuk di dunia terletak di wilayah perairan ini. Untuk itu, pemerintah Indonesia memerlukan tindakan kooperatif yang efektif dengan instansi-instansi lainnya demi menjaga dan mewujudkan wilayah maritim yang kuat dan bermanfaat secara ekonomis serta eco-friendly demi menciptakan Komunitas Ekonomi ASEAN 2015.
Menjadi bangsa yang dikenal sebagai negara maritim memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan sistem perekonomiannya. Melalui sumber daya laut yang tak terhitung harganya menjadi peluang Indonesia untuk melestarikan dan mengembangkan ekosistem kelautannya. Sesungguhya, hal inilah yang menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi Indonesia untuk berperan aktif sebagai salah satu negara maritim di ASEAN yang mampu mendorong terciptanya ASEAN Economic Community 2015. Tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai negara kepulauan dimana laut menjadi sumber ekonomi bangsa, ruang juang hidup dan media pemersatu bangsa diantaranya penjagaan dan pertahanan wilayah teritorial maritim termasuk di lautan kontinental serta di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang rawan dengan tindakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Tentunya tantangan tersebut menjadi tugas berat untuk pemerintah serta instansi-instansi lainnya yang terkait dengan penjagaan wilayah maritim kita yang kaya akan sumber dayanya. Hendaknya setiap komponen dari pengamanan wilayah maritim dikelola secara efektif dan profesional. Bukan hanya tugas pemerintah tetapi wilayah maritim adalah kewajiban seluruh masyarakat termasuk nelayan dan penduduk di sekitar pantai. TNI-AL juga menjadi ujung tombak dari kekuatan maritim Indonesia supaya tidak ada “tangan-tangan jahil” yang berani mengganggu lautan kita. Sesuai dengan teori neo-realisme, suatu negara memerlukan kekuatan deterrence setidaknya untuk men-deter negara-negara lain agar dapat berpikir seribu kali untuk menggoyahkan kedaulatan negara. Saat ini TNI-AL memiliki dua armada angkatan laut utama di Indonesia yang ditempatkan di Jakarta (Armada barat) dan di Surabaya (Armada timur). Sementara itu, Bumi Pertiwi Indonesia memiliki luas wilayah sebesar 7.7 juta Km2 yang terdiri dari lautan sekitar 5.8 juta Km2 (75.3 %) dan daratan sekitar 1.9 juta Km2 (24.7 %). Berdasarkan luas wilayah tersebut, jumlah kekuatan armada angkatan laut Indonesia tidaklah sebanding dengan luas wilayah Indonesia sehingga belum dapat dikatakan maksimal dalam menjaga dan mempertahankan kekuatan maritim bangsa ini. Sekurang-kurangnya dibutuhkan satu lagi armada angkatan laut Indonesia sesuai dengan pembagian wilayah Indonesia yang terdiri dari Indonesia Bagian Barat, Indonesia Bagian Tengah, dan Indonesia Bagian Timur. Begitu juga dengan memaksimalkan pangkalan-pangkalan utama angkatan laut dan udara Indonesia (LANTAMAL dan LANUDAL) yang diperlukan untuk kegiatan patroli dan pengawasan di sekitar perairan Indonesia yang rawan dengan kasus asylum seekers. people smuggling, pembajakan kapal, illegal fishing, dan eksplorasi sumber daya alam liar.
Tantangan sebagai negara maritim di ASEAN patut disadari, namun Indonesia memperoleh banyak manfaat dari status tersebut. Ada baiknya gagasan yang dicetuskan oleh Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah dimana beliau membangun ekonomi maritim di daerah kepulauannya. Kita mengenal Kepulauan Riau sebagai wilayah yang terdiri dari pulau-pulau kecil (berpenghuni dan tak berpenghuni) serta menghasilkan minyak sebanyak jutaan per barellnya. Tidak hanya itu, wilayah Kepulauan Riau sangatlah terkenal dengan ikan-ikan laut yang diperoleh dari perairan kepulauan tersebut sehingga mampu menghidupkan ribuan nelayan. Namun, tidak dipungkiri juga bahwa sumber bahari Indonesia kerap mengalami kecolongan sehingga merugikan negara sampai miliaran rupiah. Untuk mengatasi hal tersebut, Gubernur Ismeth Abdullah menggagaskan pengembangan konsep ekonomi maritim dimana infrastruktur kota-kota di daerah pantai perlu diwujudkan demi kemajuan sektor pariwisata yang dapat memperoleh banyak keuntungan ekonomis. Begitu juga dengan pembangunan kapal untuk transportasi serta penangkapan ikan (legal) yang memadai serta  keselamatan para nelayan ikut terjamin. Melalui gagasan-gagasan yang mengutamakan kelayakan dan pembangunan infrastruktur di pulau-pulau terluar seperti di Kepulauan Riau, hal tersebut dapat mengundang investor-investor lokal maupun internasional untuk membuka bisnisnya di wilayah tersebut. Melalui pembangunan dan pengembangan pulau-pulau terpencil seperti di Pulau Natuna, Pulau Bintan, dan Pulau Karimun akan membantu Indonesia untuk mendorong kesejahteraan masyarakatnya serta membantu melestarikan perairan yang mengelilingi pulau-pulau tersebut agar tidak “hilang” dari wilayah kedaulatan. Pembangunan infrastruktur juga menandakan bahwa Indonesia berupaya keras dalam menyongsong terwujudnya ASEAN Economic Community 2015 dengan membuka peluang-peluang bagi investor asing untuk membuka usaha pariwisatanya.
Sebagai kesimpulan, kehadiran Indonesia sebagai bangsa maritim terbesar di kawasan Asia Tenggara memberikan nilai plus untuk organisasi regional ASEAN. Bagaimana tidak? Hampir seluruh perairan Asia Tenggara berada di wilayah bangsa ini dan didalamnya terdapat sumber daya alam yang tak terhitung nilainya sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara kaya akan sumber daya alam sehingga diperebutkan oleh banyak negara-negara besar seperti Amerika Serikat, RRC, dan Australia. Untuk mewujudkan ASEAN Economic Community 2015, Indonesia perlu bersinergi dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk mengamankan potensi laut Indonesia agar tidak “terkikis” oleh kelompok-kelompok tak bertanggung jawab. Sebagai masyarakat Indonesia, perlu diingatkan dan diterapkan kembali konsep Wawasan Nusantara sebagai pemersatu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena tanpa dicetuskannya Wawasan Nusantara sejak pendeklarasian “sepihak” oleh Indonesia pada tahun 1957 dan pada akhirnya diakui sebagai negara kepulauan secara internasional (UNCLOS 1982), Indonesia tidak dapat bertahan sebagai archipelagic countries yang terbesar di dunia. Kalaupun Indonesia terdiri dari berbagai pulau besar dan kecil, perairannya mungkin saja tidak dapat dijadikan wilayah kedaulatan Indonesia tanpa adanya konsep tersebut. Kita sebagai warga negara Indonesia patut berbangga diri dan bersyukur memiliki ekosistem laut dan dunia bahari yang begitu kaya dan indah. Daripada itu jua, warga negara Indonesia yang baik perlu menjadi warga ASEAN yang turut berperan aktif dalam mencipatkan ASEAN Community 2015. Kita patut menunjukkan kawasan Asia Tenggara sebagai regional yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan dan ketahanan global. Wujud Indonesia dalam kontribusinya yaitu dengan menggali potensi kemaritiman dan pulau-pulau terluarnya sebagai aset untuk memajukan ekonomi kawasan serta bersama-sama dengan anggota ASEAN lainnya memberantas tindakan-tindakan “nakal” yang dapat merusak ekosistem laut dan merugikan setiap negara. Mari, kita bangun dan pertahankan kekuatan maritim Indonesia dalam rangka menyongsong ASEAN Economic Community 2015!








Daftar Pustaka

ASEAN Economic Community Blueprint., ASEAN Secretariat., Jakarta., January 2008

Dam Syamsumar., Kepentingan Ekonomi Politik Indonesia di Perairan Natuna., “Politik Kelautan”., Bumi Aksara., Jakarta., 2010

Dam Syamsumar., Politik Kelautan di Kawasan Asia Pasifik., “Politik Kelautan”., Bumi Aksara., Jakarta., 2010

Pendapatan Perkapita RI Kini Mencapai 4.000 Dollar AS diakses melalui http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/02/13/pendapatan-perkapita-ri-kini-mencapai-4000-dollar-as

Prof. Dr. Kusumaatmadja, Mochtar., Wawasan Nusantara dari Segi Geopolitik dan Geostrategis., “Strategi Kelautan: Pengembangan Kelautan dalam Perspektif Pembangunan Nasional”., Pustaka Sinar Harapan., Jakarta., 1988

Prof. Dr. Ir. Rompas Rizald Max, Dr. Ir. Hanggono Aryo, dan Ir. Wagey Gabriel Antonius, M.Sc, PhD., Mengapa Laut Penting Diurus oleh Negara?., “Tingkap Langit Taburi Laut Nusantara: Suatu Kekuatan Ekonomi dan Ketahanan Bangsa”., Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan., Jakarta., 2013

Rais Jacub., Berapa Jumlah Pulau di Indonesia.,”Pandang Wilayah Perbatasan Indonesia”., Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional., 2004

Starke. J.G.,  Kedaulatan Teritorial Negara dan Hak-Hak Teritorial Lainnya yang Lebih Kecil yang Dimiliki oleh Negara., “Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh”., Sinar Grafika., 2010





Indonesia Maritime Defense in Joko Widodo’s Administration: The Struggle of National Naval Force Upon the National Budget Expenditure by: Cynthia Sondang Romauli Sipahutar


Indonesia Maritime Defense in Joko Widodo’s Administration: The Struggle of  National Naval Force Upon the National Budget Expenditure

by:
Cynthia Sondang Romauli Sipahutar 

International Relations, Universitas Parahyangan (2011 alumni)


A. Introduction

The newly elected President of Indonesia had sworn in front of 237.641.3261 people on the inauguration day and made an astonishing pledge that he and his administration will conduct a new and contrasting view of foreign and national policy since the New Order. The President saw the desperate condition of Indonesia’s most tangible power, which are the ocean and the sea not being taken care of by the previous administrations for 47 years long. Indonesia’s point of view on building maritime potentials and forces is not as important as defensing the most priority on land. The constitution gave less statement about building and optimizing the maritime potentials. Therefore, naval national force (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut) often struggles inside their bureaucracy and organization in managing the main weaponry system due to the limited budget per year. At almost every occasion, whether national or international events, President Jokowi mentioned Indonesia’s latest motivation to re-build the maritime power to become a maritime axis in the region. The naval national force from its Chief of Commander, Admiral General Marsetio, certainly have the most fundamental role in improving and developing the maritime defense. We all notice that Indonesia water has been one of the tormented water areas by transnational crimes, such as but not limited to transmitted illegal drugs, people smugglers, illegal fisheries, and excessive natural resources exploitation. Hence, it is not wrong in every word that the President need to step up and create quite controversial policy for Indonesia that had been a “too friendly” state in the world. After all of the range of forward views being stated, international community cautiously wait and see the implementation of Jokowi’s vision in maritime axis. Will his national budget be cooperative enough with the maritime policy, or will it only be a rhetorical talk shop in the latest administration?

B. Bridging the Minimum Essential Force Alongside the Naval Main Weaponry System

Indonesia main weaponry system is currently increasing due to the economic growth up to 5-6% per year into 96.7% from last year budget. The military, particularly naval national force, are deeply depending on economic improvement and foreign investors to assist the defense budget enhancement. Most of bureaucrats and governments take notice that guarding the country needs a maximum budget for national forces by economic improvement. Notwithstanding, the statement above proves that Indonesia is still under the decrepit method where “defense by prosperity” often hinder the development and establishment of maritime defense. The President need to revolutionize people’ mind into “defense for prosperity”. In acknowledging symbiotic mutualism principle, investors will invest their capital and help to build the national growth if only the national forces could keep the nation safe from every type of threats. If the President successfully convinces the entire nation to become a Cakrawati Samudera, then naval national budget will automatically fulfill the Minimum Essential Force in 2019 and so as other forces.
However, the national defense budget is not yet more satisfying even though the former President Susilo Bambang Yudhoyono had boost the main weaponry expenditure significantly within 2014. The percentage of the national defense is less than 1% for each forces including the national naval force, which supposed to be more extravagant than others. If the President deliberately aware to maritime axis policy, he will need to count the necessity to purchasing at least 12 submarines in order to guard every chokepoints in Indonesia territorial waters. The role of submarines is extremely important for the discovery of natural resources that lay beneath the seabed and underwater surface, such as mineral resources and earth’s geothermal energy as alternative energy resources in the near future.4 Amphibious and anti-amphibious operations are accurate to gain maximum security due to the complex threats and hazards in coastal area in Indonesia. These will also affect the importance figure of more advance and professional marine officers fully equipped with sophisticated technology, such as the development of Ship-To-Objective-Maneuver (STOM), helicopters, and aircrafts with short take off-vertical landing (STOVL).

C. The Prospect Adjustment from Land Defense into Maritime Defense Approach

Land defense approach had been Indonesia’s national defense concept since the New Order regime reign into the surface after the so-called coup d’état by President Soeharto in 1967. The purpose in defending the land is none other than a denial to the true identity of Indonesia ancestors as sailors. It made the nautical culture vanished without leaving any heritage for the grandchildren, particularly in urban areas where the young generation have already being spoiled by the land environment. President Joko Widodo will need a strong political willingness to adjust Indonesian behavior and intellection towards the maritime power. Professor Hasjim Djalal, who is one of the history maker in forming Indonesia International Maritime Law to be recognized as archipelagic country under UNCLOS 1982, argued that Indonesia will not have to be anxious if the highest commander in chief have strong political willingness and esteem courage in reforming and re- constructing the maritime doctrine for Indonesia.
On account of that, the national naval force will no longer be the “step- children” of the country since the emerging policy will considerably rely on the development and professionalism of the institution. Indonesia defense principle of Sishankamrata (Total Defense System) ought to give more space for maritime defense since the urgency for improving the latest policy of the government. It means that every citizen elements should take apart in exteriorizing the policy through their own profession and field, including students by obtaining Indonesia nautical knowledge (Kebaharian), attaining micro investors, and optimizing maritime discoveries and research.

D. Conclusion

Indonesians has just sailed en route to their languishing vision for decades led by their “Captain” President Joko Widodo starting from 2014 until 2019. People across the world have longing to wait the achievement of Indonesian people to utilize its most foreseeable power by virtue of its 2/3 contained by water. Alongside the prospect to replace the land defense approach, the national naval force has the full mandate and obligation to secure prevalently from the very West (Sabang, Aceh) to the very East part of Indonesia (Merauke, Papua). Nevertheless, President Joko Widodo need to commit firstly in gaining the budget expenditure in order to reach Indonesia maritime prosperity.



Bibliography
page5image944
Connie Rahakundini Bakrie, Observer: The Great Need of Defense Budget to Make Indonesia Shaft Maritime, Kompas, 9 October 2014
Indonesia Citizen, Statistic Central Agency of Indonesia, http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12
Marsetio, 21st Century Sea Power, “Indonesian Sea Power”, Indonesia Defense University, April 2014, page 52
US Navy and US Marine Corps, Naval Operations Concept, 2006, page 28 

TNI MODERNISATION SHOULD ENCOMPASS AN EFFECTIVE OFFSET POLICY (Published for The Jakarta Post, September 16th 2021)

Since his appointment, Indonesian Minister of Defence, Prabowo Subianto, claimed that one of his most crucial priorities was to continue the...