Indonesia dalam Mengelola Eksistensi dan Potensi Kebaharian
dan Pulau-Pulau Terluar dalam Rangka Menyongsong ASEAN Economic Community 2015
Abstract
Indonesia has known to be a great maritime power
since our ancestors lived by narrowing the raft and traditional boat seeking
for food and avoiding hunger. Until these present days, Indonesia became the
only tremendous archipelagic country, which contains hundreds of thousands of
habitants and inhabitants islands and also underneath it lays huge amount of
fisheries and natural resources. From the fact being the great country in the
region, it is the nation's duty and obligation to pursue ASEAN as the region’s organization
in transforming into One Vision and One Identity of Southeast Asia. Therefore,
being able to perform with its maritime capability in the region would lift up
one of the three pillars of ASEAN, which is ASEAN Economic Community 2015. A country
with its maritime potentials and competencies will define its economic
performance for being excellent and advance in creating wealth among its
people. However, Indonesia is still struggling with the barriers of several
obstacles facing the huge country such as the increasing number of asylum
seekers, rapid growth of people smuggling, illegal fishing damaging local
fisherman, and the wild exploitation shattering oceanic ecosystem. Governments,
military, and micro institution are the key actors to eliminate the hazardous situation
happening within Indonesia’s maritime environment. In fact, not only the
political elite that must taken a good care of it but ordinary people are also
the main actor who could drive Indonesia’s maritime richness to become well
safeguarded and more well-produced. Regardless, we as Indonesian citizen are
able to improving its internal economic by digging its maritime potentials in
order to support the establishment of ASEAN Economic Community 2015. Within
this essay, the writer identifies several of facts and truth about Indonesia’s
main barriers and outstanding facts about Indonesia’s maritime capacity and its
advantages to create one of the three pillars of ASEAN, ASEAN Economic
Community 2015.
Ir. Soekarno
berkata: “JAS MERAH” (jangan sekali-sekali melupakan sejarah). Ingat, pada masa
lalu Nusantara pernah menjadi bangsa yang besar dan jaya karena berkiblat ke
laut. Kekuatan yang ada di laut itulah jati diri bangsa. Kita satu per satu,
seorang demi seorang harus mengetahui bahwa Indonesia, ia tidak bisa menjadi
kuat, sentosa dan sejahtera, jikalau kita tidak menguasai Samudera, jikalau
kita tidak kembali menjadi bangsa Samudera, jikalau kita tidak kembali menjadi
bangsa bahari, bangsa pelaut sebagai kita kenal pada zaman bahari.
Bangsa
Indonesia telah lama dikenal sebagai bangsa yang memiliki kekayaan luar biasa
dalam hal jumlah dan kuantitas pulau-pulaunya. Bangsa ini memiliki pulau
sebanyak 17.508 sehingga fakta tersebut membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia. Jika negara ini diklasifikasi sebagai negara kepulauan, maka
hampir dari 2/3 wilayahnya terdiri dari lautan. Dari sebelah barat sampai
dengan timur Indonesia, tidak ada satu wilayah pun yang tidak dibatasi dengan pantai
maupun perairan. Tidaklah heran bahwa kita kerap kali mengetahui mayoritas profesi
penduduk Indonesia menjadi nelayan. Jutaan ikan dan hasil-hasil lautan lainnya
dikeruh untuk kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, bahkan di masa ini,
hasil-hasil lautan tersebut diimpor ke pasar luar negeri. Kenyataan letak
Indonesia yang dikelilingi oleh perairan, tidaklah dipungkiri bahwa Indonesia
juga dikenal dengan sebutan negara maritim. Letak geografis Indonesia yang diapit
oleh dua samudera, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan terletak diantara
benua Asia dan Australia menjadikan Indonesia sebagai negara yang “seksi” di
mata dunia.
Realita
yang dimiliki Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki lautan luas dan
jumlah kepulauan yang tiada bandingnya dengan negara-negara lain di dunia
merupakan manfaat positif bagi bangsa yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945
ini. Namun, bukanlah hal yang mudah untuk mengelola luas wilayah teritorial
Indonesia, khususnya wilayah perairan. Mengukur wilayah perairan Indonesia
tidaklah mudah karena letak Indonesia yang diapit oleh banyak negara tetangga.
Saat ini, Indonesia memilik 10 titik perbatasan yang terdiri dari daratan
maupun lautan. Kesepuluh titik perbatasan tersebut menjadi tugas penting bagi
pemerintah Indonesia serta masyarakat yang mendudukinya. Dalam mengelola
perbatasan maritim termasuk pulau-pulau terluar, diperlukan konsep effectivites atas effective occupation sesuai prinsip yang diatur dalam hukum
internasional. Kita
menyadari betul bahwa Indonesia merupakan negara yang tergolong ke dalam negara
berkembang (developing countries)
dimana pendapatan perkapitanya masih sekitar $4000. Tetapi, ingatlah bahwa menjadi negara yang masih berkembang bukan berarti tidak
dapat maju. Negara berkembang akan terus berkembang hingga seluruh kepentingan
nasionalnya tercapai sesuai dengan perkembangan zaman dan tetap berjuang mempertahankan
seluruh aset-aset nasional yang sudah ada.
Tidak
dipungkiri bahwa isu perbatasan menjadi salah satu kebijakan luar negeri
Indonesia yang cukup diperhatikan dan diprioritaskan. Hal ini disebabkan oleh
perbatasan menyangkut keselamatan dan keeksistensian suatu negara yang
berdaulat. Apabila masalah ini tidak dapat dikendalikan dengan tegas dan
efektif, maka wilayah Indonesia sewaktu-waktu dapat “tererosi” jumlahnya.
Indonesia pernah mengalami kepahitan dalam merebut pulau-pulau terluar yaitu
pada kasus sengketa Sipadan dan Ligitan dengan Malaysia tahun 2002 yang
diakhiri dengan kegagalan dalam proses litigasi (hukum). Melalui peristiwa
tersebut, bangsa ini mengalami pukulan keras hingga pengelolaan terhadap
pulau-pulau terluar Indonesia dikaji ulang dan diperhatikan dengan maksimal serta
dengan efektif. Pengelolaan perbatasan maritim tidaklah semudah yang dipikirkan
karena mengingat wilayah perbatasan maritim Indonesia tidak terjangkau dari
perhatian pemerintah pusat yang berada di Pulau Jawa. Strategi pengelolaan perbatasan
maritim hendaknya dilaksanakan dengan berpegang teguh pada konsep Wawasan Nusantara
yang ditinjau dari segi geopolitik dan geostrategis. Seperti yang diungkapkan
oleh Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH bahwa dengan berpedoman pada wawasan
nusantara Indonesia memperoleh beberapa manfaat diantaranya; Pertama, Indonesia yang menyatakan
sebagai negara nusantara (Deklarasi Djuanda 1957) diperkenankan menarik garis
dasar yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar Indonesia
sehingga kesatuan dan keutuhan wilayah Indonesia dari darat, laut maupun udara
terjamin secara internasional (UNCLOS 1982). Kedua, melalui wawasan nusantara yang telah diakui secara
konstitusional internasional, maka perairan Indonesia termasuk kekayaan sumber
dayanya yang terkandung dalam tanah dibawahnya, serta ruang udara yang berada
di atasnya menjadi hak sekaligus kewajiban Indonesia untuk mengatur, mengelola
serta mengembangkan dari fakta tersebut. Tidak hanya itu, luas perairan
Indonesia yang berasal dari dua juta km2 meluas hingga delapan juta km2 akibat
penggunaan konsep Wawasan Nusantara, ZEE dan Landas Kontinen yang telah
diratifikasi dan diakui secara internasional (UNCLOS 1982). Ketiga, setelah diaturnya jalan lalu
lintas pesawat dan kapal asing yang telah diatur dan disepakati bersama dalam
Konvensi Hukum Laut 1982 melalui sea lanes
passage, maka perairan Indonesia menjadi salah satu unsur perdamaian
sekaligus pengembangan kerja sama bagi mereka yang melintasi perairan
Indonesia. Terakhir atau keempat, dahulu
kita mengenal perairan Asia Tenggara sebagai ajang konflik dan peraduan senjata
yang hebat namun seiring dengan peraturan-peraturan mairitim dan penerapan
konsep wawasan nusantara dengan Innocent
Passage-nya, menandakan bahwa Indonesia telah merancang zona perdamaian dan
kerja sama dalam perairan nusantaranya.
Melalui
Wawasan Nusantara sebagai pedoman perlindungan dan pertahanan maritim
Indonesia, kita telah membentuk zona perdamaian dan kerja sama dengan
negara-negara di dunia khususnya negara tetangga disekelilingnya. Menghadapi ASEAN Community 2015, tentunya Indonesia
sebagai salah satu pioneer dari terbentuknya
ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok sangatlah eager dan semangat untuk menyongsong keberhasilan dan terwujudnya komunitas
tersebut. Namun patut diakui bahwa mewujudkan adanya United ASEAN atau “Kesatuan ASEAN” bukanlah tugas yang mudah bagi
Indonesia beserta negara-negara anggota ASEAN lainnya. Perlu sinergitas dan
integrasi dari masing-masing negara dan bukan hanya dari para pimpinan
negaranya saja (political elite)
tetapi yang terpenting adalah gerakan dan willingness
yang datang dari masyarakatnya masing-masing. ASEAN mengemukakan tiga pilar dan
salah satunya adalah ASEAN Economic
Community 2015 sebagai pilar yang berfungsi untuk memajukan kerja sama di
bidang ekonomi untuk menjamin kesejahteraan masyarakat ASEAN. Salah satu bentuk
aksi yang dibangun menurut ASEAN Economic
Community Blueprint adalah pengembangan infrastruktur di masing-masing
sektor khususnya di bidang transportasi. Kita menyadari betul bahwa di zaman
yang semakin meng-global dan borderless ini, perdagangan bebas sangat
dibutuhkan demi mencukupi dan memenuhi kebutuhan hidup masing-masing. Dalam hal
ini, ASEAN sepakat untuk mewujudkan kawasan yang bersifat Free Trade Area demi kemudahan alur berdagang dan bersama-sama
menghilangkan gap ekonomi antar
negara ASEAN. Indonesia menjadi salah
satu tulang punggung sekaligus pemain utama dalam mewujudkan
kebijakan-kebijakan ASEAN Economic
Community 2015. Fakta-fakta strategis membuktikan bahwa letak Indonesia
yang dominan di Asia Tenggara memiliki peran penting untuk menyongsong ASEAN Economic Community 2015. Keterlibatan
Indonesia untuk bekerja sama dalam bidang maritim sangatlah krusial mengingat
wilayah perairan kita yang menjadi jalur perdagangan kapal-kapal laut maupun
pesawat kargo asing tersibuk di dunia terletak di wilayah perairan ini. Untuk
itu, pemerintah Indonesia memerlukan tindakan kooperatif yang efektif dengan
instansi-instansi lainnya demi menjaga dan mewujudkan wilayah maritim yang kuat
dan bermanfaat secara ekonomis serta eco-friendly
demi menciptakan Komunitas Ekonomi ASEAN 2015.
Menjadi
bangsa yang dikenal sebagai negara maritim memiliki potensi yang besar dalam
mengembangkan sistem perekonomiannya. Melalui sumber daya laut yang tak
terhitung harganya menjadi peluang Indonesia untuk melestarikan dan
mengembangkan ekosistem kelautannya. Sesungguhya, hal inilah yang menjadi
tantangan sekaligus kesempatan bagi Indonesia untuk berperan aktif sebagai
salah satu negara maritim di ASEAN yang mampu mendorong terciptanya ASEAN Economic Community 2015. Tantangan
yang dihadapi Indonesia sebagai negara kepulauan dimana laut menjadi sumber
ekonomi bangsa, ruang juang hidup dan media pemersatu bangsa diantaranya penjagaan dan pertahanan wilayah teritorial maritim termasuk di
lautan kontinental serta di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang rawan dengan
tindakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Tentunya tantangan
tersebut menjadi tugas berat untuk pemerintah serta instansi-instansi lainnya
yang terkait dengan penjagaan wilayah maritim kita yang kaya akan sumber
dayanya. Hendaknya setiap komponen dari pengamanan wilayah maritim dikelola
secara efektif dan profesional. Bukan hanya tugas pemerintah tetapi wilayah
maritim adalah kewajiban seluruh masyarakat termasuk nelayan dan penduduk di
sekitar pantai. TNI-AL juga menjadi ujung tombak dari kekuatan maritim
Indonesia supaya tidak ada “tangan-tangan jahil” yang berani mengganggu lautan
kita. Sesuai dengan teori neo-realisme, suatu negara memerlukan kekuatan deterrence setidaknya untuk men-deter negara-negara lain agar dapat
berpikir seribu kali untuk menggoyahkan kedaulatan negara. Saat ini TNI-AL
memiliki dua armada angkatan laut utama di Indonesia yang ditempatkan di
Jakarta (Armada barat) dan di Surabaya (Armada timur). Sementara itu, Bumi
Pertiwi Indonesia memiliki luas wilayah sebesar 7.7 juta Km2 yang terdiri dari
lautan sekitar 5.8 juta Km2 (75.3 %) dan daratan sekitar 1.9 juta Km2 (24.7 %). Berdasarkan luas wilayah tersebut, jumlah kekuatan armada angkatan laut
Indonesia tidaklah sebanding dengan luas wilayah Indonesia sehingga belum dapat
dikatakan maksimal dalam menjaga dan mempertahankan kekuatan maritim bangsa
ini. Sekurang-kurangnya dibutuhkan satu lagi armada angkatan laut Indonesia
sesuai dengan pembagian wilayah Indonesia yang terdiri dari Indonesia Bagian
Barat, Indonesia Bagian Tengah, dan Indonesia Bagian Timur. Begitu juga dengan memaksimalkan
pangkalan-pangkalan utama angkatan laut dan udara Indonesia (LANTAMAL dan
LANUDAL) yang diperlukan untuk kegiatan patroli dan pengawasan di sekitar
perairan Indonesia yang rawan dengan kasus asylum
seekers. people smuggling, pembajakan
kapal, illegal fishing, dan eksplorasi
sumber daya alam liar.
Tantangan
sebagai negara maritim di ASEAN patut disadari, namun Indonesia memperoleh
banyak manfaat dari status tersebut. Ada baiknya gagasan yang dicetuskan oleh
Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah dimana beliau membangun ekonomi maritim
di daerah kepulauannya. Kita mengenal Kepulauan Riau sebagai wilayah yang
terdiri dari pulau-pulau kecil (berpenghuni dan tak berpenghuni) serta
menghasilkan minyak sebanyak jutaan per barellnya. Tidak hanya itu, wilayah
Kepulauan Riau sangatlah terkenal dengan ikan-ikan laut yang diperoleh dari
perairan kepulauan tersebut sehingga mampu menghidupkan ribuan nelayan. Namun,
tidak dipungkiri juga bahwa sumber bahari Indonesia kerap mengalami kecolongan
sehingga merugikan negara sampai miliaran rupiah. Untuk mengatasi hal tersebut,
Gubernur Ismeth Abdullah menggagaskan pengembangan konsep ekonomi maritim
dimana infrastruktur kota-kota di daerah pantai perlu diwujudkan demi kemajuan
sektor pariwisata yang dapat memperoleh banyak keuntungan ekonomis. Begitu juga
dengan pembangunan kapal untuk transportasi serta penangkapan ikan (legal) yang memadai serta keselamatan para nelayan ikut terjamin. Melalui
gagasan-gagasan yang mengutamakan kelayakan dan pembangunan infrastruktur di
pulau-pulau terluar seperti di Kepulauan Riau, hal tersebut dapat mengundang
investor-investor lokal maupun internasional untuk membuka bisnisnya di wilayah
tersebut. Melalui pembangunan dan pengembangan pulau-pulau terpencil seperti di
Pulau Natuna, Pulau Bintan, dan Pulau Karimun akan membantu Indonesia untuk
mendorong kesejahteraan masyarakatnya serta membantu melestarikan perairan yang
mengelilingi pulau-pulau tersebut agar tidak “hilang” dari wilayah kedaulatan.
Pembangunan infrastruktur juga menandakan bahwa Indonesia berupaya keras dalam
menyongsong terwujudnya ASEAN Economic
Community 2015 dengan membuka peluang-peluang bagi investor asing untuk
membuka usaha pariwisatanya.
Sebagai
kesimpulan, kehadiran Indonesia sebagai bangsa maritim terbesar di kawasan Asia
Tenggara memberikan nilai plus untuk organisasi regional ASEAN. Bagaimana
tidak? Hampir seluruh perairan Asia Tenggara berada di wilayah bangsa ini dan
didalamnya terdapat sumber daya alam yang tak terhitung nilainya sehingga
menjadikan Indonesia sebagai negara kaya akan sumber daya alam sehingga
diperebutkan oleh banyak negara-negara besar seperti Amerika Serikat, RRC, dan
Australia. Untuk mewujudkan ASEAN
Economic Community 2015, Indonesia perlu bersinergi dengan negara-negara
ASEAN lainnya untuk mengamankan potensi laut Indonesia agar tidak “terkikis”
oleh kelompok-kelompok tak bertanggung jawab. Sebagai masyarakat Indonesia,
perlu diingatkan dan diterapkan kembali konsep Wawasan Nusantara sebagai
pemersatu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena tanpa dicetuskannya
Wawasan Nusantara sejak pendeklarasian “sepihak” oleh Indonesia pada tahun 1957
dan pada akhirnya diakui sebagai negara kepulauan secara internasional (UNCLOS
1982), Indonesia tidak dapat bertahan sebagai archipelagic countries yang terbesar di dunia. Kalaupun Indonesia
terdiri dari berbagai pulau besar dan kecil, perairannya mungkin saja tidak
dapat dijadikan wilayah kedaulatan Indonesia tanpa adanya konsep tersebut. Kita
sebagai warga negara Indonesia patut berbangga diri dan bersyukur memiliki
ekosistem laut dan dunia bahari yang begitu kaya dan indah. Daripada itu jua,
warga negara Indonesia yang baik perlu menjadi warga ASEAN yang turut berperan aktif
dalam mencipatkan ASEAN Community 2015.
Kita patut menunjukkan kawasan Asia Tenggara sebagai regional yang sangat
berpengaruh terhadap kemajuan dan ketahanan global. Wujud Indonesia dalam
kontribusinya yaitu dengan menggali potensi kemaritiman dan pulau-pulau
terluarnya sebagai aset untuk memajukan ekonomi kawasan serta bersama-sama
dengan anggota ASEAN lainnya memberantas tindakan-tindakan “nakal” yang dapat
merusak ekosistem laut dan merugikan setiap negara. Mari, kita bangun dan
pertahankan kekuatan maritim Indonesia dalam rangka menyongsong ASEAN Economic Community 2015!
Daftar Pustaka
ASEAN
Economic Community Blueprint., ASEAN Secretariat., Jakarta., January 2008
Dam
Syamsumar., Kepentingan Ekonomi Politik
Indonesia di Perairan Natuna., “Politik Kelautan”., Bumi Aksara., Jakarta.,
2010
Dam
Syamsumar., Politik Kelautan di Kawasan
Asia Pasifik., “Politik Kelautan”., Bumi Aksara., Jakarta., 2010
Pendapatan Perkapita RI Kini Mencapai 4.000 Dollar AS diakses melalui http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/02/13/pendapatan-perkapita-ri-kini-mencapai-4000-dollar-as
Prof. Dr.
Kusumaatmadja, Mochtar., Wawasan
Nusantara dari Segi Geopolitik dan Geostrategis., “Strategi Kelautan:
Pengembangan Kelautan dalam Perspektif Pembangunan Nasional”., Pustaka Sinar
Harapan., Jakarta., 1988
Prof. Dr.
Ir. Rompas Rizald Max, Dr. Ir. Hanggono Aryo, dan Ir. Wagey Gabriel Antonius,
M.Sc, PhD., Mengapa Laut Penting Diurus
oleh Negara?., “Tingkap Langit Taburi Laut Nusantara: Suatu Kekuatan Ekonomi
dan Ketahanan Bangsa”., Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan
Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan., Jakarta., 2013
Rais
Jacub., Berapa Jumlah Pulau di
Indonesia.,”Pandang Wilayah Perbatasan Indonesia”., Pusat Pemetaan Batas Wilayah
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional., 2004
Starke.
J.G., Kedaulatan Teritorial Negara dan Hak-Hak Teritorial Lainnya yang Lebih
Kecil yang Dimiliki oleh Negara., “Pengantar Hukum Internasional Edisi
Kesepuluh”., Sinar Grafika., 2010